Kuasa Hukum Marga BPPI Tuntut Bupati Way Kanan Turun Tangan: Konflik Lahan 55 Ribu Hektare Terancam Meledak - Warta Global Lampung

Mobile Menu

Top Ads

Berita Update Terbaru

logoblog

Kuasa Hukum Marga BPPI Tuntut Bupati Way Kanan Turun Tangan: Konflik Lahan 55 Ribu Hektare Terancam Meledak

Monday, 11 August 2025


Bandar Lampung,warta global. Id– Sengketa lahan raksasa di Way Kanan kembali memanas. Kuasa Hukum Masyarakat Adat Marga Buay Pemuka Pangeran Ilir (BPPI), Ginda Ansori Wayka, SH, MH, mendesak Bupati Way Kanan untuk segera turun tangan memfasilitasi penyelesaian konflik tanah di kawasan Register 44 Sungai Muara Dua dan Register 46 Way Hanakau.Selasa, 12/8/2025.

Konflik yang menyeret tiga perusahaan besar – PT Inhutani V, PT Budi Lampung Sejahtera (BLS), dan PT Pemuka Sakti Manis Indah (PSMI) – ini bukan persoalan kecil. Total lahan yang diperebutkan mencapai 55.157 hektare, berdasarkan SK Menteri Kehutanan Nomor 398/Kpts-II/1996 yang memberikan hak pengusahaan hutan tanaman industri (HPHTI) selama 43 tahun.

Ginda menegaskan, lahan tersebut bukan tanah kosong. Berdasarkan musyawarah adat tahun 1940, wilayah itu merupakan tanah ulayat Marga BPPI yang secara turun-temurun dijaga sebagai hutan larangan. Bahkan, Menteri Kehutanan pada 2001 pernah memerintahkan adanya pola kemitraan antara masyarakat adat dan perusahaan. Sayangnya, perintah itu dibiarkan menguap tanpa pernah diwujudkan.

“Kalau dibiarkan, ini bom waktu. Konflik horizontal di lapangan tinggal menunggu waktu,” tegas Ginda dalam surat bernomor 02043/B/GAW-Law Office/VIII/2025 tertanggal 12 Agustus 2025, yang juga dilayangkan kepada Kapolres Way Kanan. Ia menambahkan, langkah ini sejalan dengan amanat Perpres Nomor 5 Tahun 2025 tentang penertiban kawasan hutan.

Tidak main-main, Ginda juga mengirim tembusan surat ke Presiden RI, Ketua DPR RI, Menteri Kehutanan, Menteri ATR/BPN, Gubernur Lampung, hingga pejabat strategis lainnya. Harapannya, pemerintah daerah tak hanya menjadi penonton, tetapi benar-benar menjadi mediator untuk menyelesaikan masalah puluhan tahun ini secara damai, adil, dan berpihak pada rakyat.

“Negara memang harus menjaga hutan, tapi jangan sampai masyarakat adat yang sudah berabad-abad hidup di sana justru disingkirkan,” pungkas Ginda.