Masyarakat Adat Way Kanan Desak ATR/BPN Hentikan Perpanjangan HGU PT Karisma: “Tanah Kami, Hidup Kami!” - Warta Global Lampung

Mobile Menu

Top Ads

Berita Update Terbaru

logoblog

Masyarakat Adat Way Kanan Desak ATR/BPN Hentikan Perpanjangan HGU PT Karisma: “Tanah Kami, Hidup Kami!”

Thursday, 9 October 2025

Geruduk BPN, Ratusan Warga Tuntut Pengembalian Lahan HGU PT Karisma di Way Kanan

Way Kanan, WartaGlobal.Id - Ratusan Masyarakat Adat Marga Buay Pemuka Pangeran Udik dan Masyarakat Adat Buway Bahuga Kabupaten Way Kanan, Provinsi Lampung, menggelar aksi unjuk rasa di halaman Kantor ATR/BPN Way Kanan, Kamis (9/10/2025). Mereka menuntut penghentian perpanjangan Hak Guna Usaha (HGU) milik PT Karisma, yang dinilai melanggar kesepakatan dengan masyarakat adat sejak dua dekade lalu.

Aksi ini digelar sebagai bentuk penolakan terhadap praktik yang mereka anggap merampas tanah ulayat dan mengabaikan hak-hak dasar masyarakat adat. Mahrom, perwakilan masyarakat adat, menegaskan bahwa aksi tersebut bukan bentuk permintaan belas kasihan, melainkan perjuangan menegakkan keadilan.

“Kami berdiri di sini bukan sebagai peminta-minta, tapi sebagai pemilik sah tanah warisan leluhur kami. Kami menolak menjadi korban keserakahan korporasi dan mafia tanah,” tegas Mahrom di hadapan massa.

Menurutnya, PT Karisma telah melanggar perjanjian yang dibuat bersama masyarakat adat pada 11 Oktober 2000, sehingga perpanjangan HGU dinilai tidak sah secara moral maupun sosial. “Pelanggaran ini bukan soal administrasi semata, tapi bentuk pengkhianatan terhadap kesepakatan historis yang seharusnya dihormati,” ujarnya.

Dalam pernyataan sikapnya, masyarakat adat menuntut ATR/BPN menolak perpanjangan HGU PT Karisma serta mengembalikan tanah ulayat kepada masyarakat. Tanah tersebut, menurut mereka, adalah sumber kehidupan, warisan budaya, dan kedaulatan pangan rakyat Way Kanan.

Masyarakat Adat Marga Buay Pemuka Pangeran Udik Way Kanan Dan Masyarakat Adat Buway Bahuga Gelar Aksi Demo di Kantor ATR/BPN Way Kanan, ( Foto Ist).

“Tanah ini harus dikelola oleh masyarakat, bukan untuk memperkaya segelintir korporasi. Masalah tanah adalah masalah hidup — kedaulatan atas tanah adalah harga mati,” seru Mahrom disambut pekik solidaritas peserta aksi.

Selain menuntut pemulihan hak atas tanah, mereka juga meminta aparat hukum dan instansi terkait untuk bersikap adil dan menghentikan segala bentuk intimidasi terhadap masyarakat adat. “Hukum seharusnya menjadi pelindung rakyat, bukan alat penindasan,” tandas Mahrom.

Ia menutup orasinya dengan seruan moral kepada pemerintah. “Tanah adalah ibu pertiwi kami. Mengambil tanah kami berarti merenggut masa depan anak cucu kami. Kami akan terus berjuang, karena melawan ketidakadilan adalah panggilan kemanusiaan,” pungkasnya. Redaksi Lampung