"Pengadilan Sesat"? Penangkapan M. Umar bin Abu Thalib Dipertanyakan di PN Sukadana - Warta Global Lampung

Mobile Menu

Top Ads

Berita Update Terbaru

logoblog

"Pengadilan Sesat"? Penangkapan M. Umar bin Abu Thalib Dipertanyakan di PN Sukadana

Tuesday, 20 May 2025



Lampung Timur, lampung.wartaglobal.id 20 Mei 2025 – Sebuah dugaan salah tangkap yang melibatkan 12 penyidik Polres Lampung Timur mencuat dalam persidangan lanjutan kasus M. Umar bin Abu Thalib di Pengadilan Negeri Kelas 1B Sukadana. Kuasa hukum terdakwa, Moch. Ansory, S.H., menegaskan bahwa penangkapan kliennya tidak berdasar hukum karena adanya perbedaan identitas yang jelas dalam surat perintah penangkapan.

Sidang yang digelar pada Selasa (20/05) pukul 11.30 WIB ini menghadirkan dua saksi dari pihak M. Umar bin Abu Thalib. Permasalahan bermula pada tanggal 12 September, ketika 12 orang yang diidentifikasi sebagai penyidik Polres Lampung Timur membawa paksa M. Umar bin Abu Thalib.


Khotijah, istri M. Umar bin Abu Thalib, membenarkan kejadian tersebut kepada awak media, "Suami saya M. Umar bin Abu Thalib telah dibawa oleh 12 orang yang diketahui dari pihak kepolisian, ditunjukkan dengan disertakannya surat penangkapan."


Namun, Moch. Ansory, S.H., selaku kuasa hukum, menyatakan keberatan keras atas penahanan ini. Menurutnya, surat perintah penangkapan yang ditunjukkan secara eksplisit mencantumkan nama "Muhammad Umar bin Abu Tholib," bukan "M. Umar bin Abu Thalib."


"Tidak ada yang memerintah dia untuk menangkap M. Umar bin Abu Thalib. Isi surat perintah penangkapan itu tercantum nama Muhammad Umar bin Abu Tholib. Sekali lagi saya tekankan, bukan M. Umar bin Abu Thalib," tegas Ansory.


Ansory menduga kasus ini dapat dikategorikan sebagai "pengadilan sesat" atau miscarriage of justice. Perbedaan nama yang krusial ini menjadi dasar argumentasi kuasa hukum bahwa penangkapan kliennya tidak sah.


Dalam konteks hukum, tindak pidana penculikan secara umum diatur dalam Pasal 328 KUHP, yang berbunyi: "Barang siapa membawa pergi seorang dari tempat kediamannya atau tempat tinggalnya sementara, dengan maksud untuk menempatkan orang itu secara melawan hukum di bawah kekuasaannya atau kekuasaan orang lain, atau untuk menempatkan dia dalam keadaan sengsara, diancam dengan pidana penjara paling lama 12 tahun."


Tim media ini berkomitmen untuk melakukan investigasi lebih mendalam dan mengkonfirmasi langsung kepada 12 penyidik terkait. Pencarian bukti lain juga akan terus dilakukan demi memastikan keterbukaan informasi publik kepada masyarakat. Apakah perbedaan satu huruf dapat mengindikasikan adanya kekeliruan fatal dalam proses hukum ini? Publik menantikan jawabannya.(ML*/)